Semua Tentang Kpop dan Kdrama

Temukan imainasimu bersamaku dalam setiap karya-karyaku. Semua tentang kpop dan kdrama kan ku bagi bersamamu...


Wellcome To My Blog,, Chingudeul ^^

Cari Blog Ini

.

Sabtu, 01 Mei 2010

I'll Be There ~~

Annyeong ???

Chingudeul dimanapun berada, this is one FF about Jae Joong. Terinspirasi dari salah satu lagu DBSK bertajuk I’ll Be There. But, mian iia ~~

sepertinya judul ama ceritanya rada gag nyambung ^^

So, Happy Read ~ Chingudeul...


Cast ::
• Han Hye Soe
• Kim Jae Joong
• Choi Min Hwa
• Lee Soe Min
• Kim Jeong Hyun



==================== *I’LL BE THERE* ========================

Oleh ; Accie ^^




[ Part I ] ::


HUJAN di sore ini membuat Seoul bertambah dingin. Namun tak sedingin hatiku. Hatiku jauh lebih dingin dari cuaca hari ini. Mataku masih menatap ke luar jendela kamarku. Melewati sebuah pohon rindang yang tak sedikitpun memeleh pamandangan mataku pada sebuah jendela kamar yang masih tetap tertutup rapat. Pemandangan yang sama seperti hari-hari sebelumnya.

Sudah lebih kurang tujuh bulan, jendela itu di tinggalkan penghuninya. Dan sudah tujuh bulan pula, aku masih selalu berdiri di balik jendelaku. Air mataku memang selalu tak kuat untuk tetap bertengger di ujung kelopak kedua mataku. Aku menjatuhkan kembali air mata kerinduan yang begitu memuncak. Hatiku getir menginggat semua kenangan bersamannya. Walaupun aku tahu ia pasti akan kembali. Namun, keyakinan itu tak sepenuhnya ku yakini. Sesuatu seperti berkata tak seperti itu.

“Hye Soe !!” teriak Umma dari bawah yang sekaligus membuyarkan lamunanku. Aku segera berlari menuruni tangga. Umma memanggilku lagi, sehingga aku terpaksa menuruni dua anak tangga sekaligus.

“Kau ini ! Apa yang kau kerjakan di atas sana ?? Apa aku harus memanggilmu sebanyak dua kali. Hah ??” omel Umma. Aku mengutuk diriku sendiri. Seharusnya aku menuruni empat anak tangga sekaligus tadi, gumamku dalam hati.

“Ada telepom dari Appamu itu ?” Aku beranjak menuju pesawat telepon yang tak jauh dari meja kasir Toko Serba Ada umma.

“Ne, Appa ! Annyeong haseyo hamnida ?”

“Baik, anakku ! Apa Ummamu memarahimu lagi ?”

“Tidak Appa. Umma memberitahuku saja”

“Benar ?”

“Ne” ujarku meyakinkan.

“Apa malam nanti kau bisa minta izin ? Appa ingin mengajakmu makan malam”

“Nanti malam ??” tanyaku dengan suara agak keras. Umma menoleh ke arahku.

“Jangan lama-lama berbicara! Masih ada yang harus dikerjakan !!” teriak Umma agak keras. Aku tersenyum pahit.

“Sepertinya tidak bisa yaa ??” Appa terdengar kecewa.

“Gwenchanha appa. Aku bisa kok” ujarku pelan.

Aku menutup gagang telepon dan tersenyum merayu pada Umma yang sedang menghitung uang hari ini.

“Umma. Aku rindu Appa” ucapku memelas. Umma masih sibuk. Berpura-pura tak mendengar.

“Hemmm” Aku tersenyum senang begitu melihat Umma meletakkan sepuluh ribu won di atas meja.

“Gomawo, Umma” ucapku senang. Ciuman sayangku mendarat di pipi kiri Umma. Aku segera naik ke kamar meninggalkan Umma yang tersenyum simpul.

Tak lupa kututup kain gorden jendelaku dengan penuh semangat. Aku ingin bertemu Appa. Appa adalah Ayah terbaik bagiku.

* * *

( Flash Back )

Kakiku sudah pegal menunggu di halaman sekolah. Kuputuskan untuk duduk di atas rumput taman. Sebelumnya, aku celingak celinguk melihat suasana sekolah. Berharap tak ada satpam yang mengusirku dari rumput-rumput taman.

“Jagi...” seseorang berteriak memanggilku. Aku menoleh seraya tersenyum senang tapi sedikit kesal.

“Mianhe membuatmu menunggu” ucap Jae Joong. Ia mengambil tempat disampingku. Wajahnya cerah sumringah. Aku dapat menebak. Perlahan aku juga terlihat senang.

“Wae ? Kenapa kau tersenyum seperti itu ?” pancingku.

“Coba tebak !”

“Uhm... Kau habis diberi hadiah Bu Yeon Hi” ucapku asal.

“Owh... hampir tepat !”

“Uhm... Dapat Nilai bagus ?”

“Sedikit lagi!”

“Uhmmmmmmmmm” aku berpikir agak lama. Jae Joong menunggu tak sabar.

“Ahh! Aku tak tahu” ucapku pura-pura menyerah.

“Haa. Kau Ini ! Aku berhasil dapatkan beasiswa itu “ cerita Jae Joong dengan bangga. Tak lupa ia memukul kepalaku dengan tangannya.

“Wahhh!! Selamat, Jagi...” ucapku senang sambil merapikan rambutku yang berantakan. Kami tertawa terbahak-bahak. Senang dan bahagia. Namun, perlahan kebahagiaan seperti surut dalam hatiku. Sesuatu yang membuatku takut. Aku takut berpisah jauh darinya.

“Jagi... Eropa itu jauh yaa ?” Jae Joong memperhatikan perubahan wajahku.

“Hmmm, Ne. Sepertinya”

“Kapan kau akan berangkat ?”

“Aku belum tahu. Bu Yeon Hi menyuruhku mengurus beberapa surat dulu.” Aku diam membisu. Pandanganku tertuju pada sepasang burung yiang bertengger di pintu masuk taman sekolah. Mereka amat bahagia. Sesekali mereka berkicau ria.

“Jagi... Waeyo ?? Apa kau ingin ikut bersamaku ?” aku tersentak mendengar ucapan Jae Joong. Baru saja aku ingin menjwab “Ne”, sesuatu seperti menahan bicaraku.

“Haahh.. Itu tak mungkin. Umma menyuruhku tetap disampingnya!” ujarku lesu.

( Flash Back Break )

Aku tiba di Restoran tepat pukul tujuh. Mataku sibuk mencari dimana appa duduk. Tapi tak ku temukan. Seseorang dari belakangkupun mengejutkanku.

“Hye Soe ??” Aku berbalik.

“Appa...!” Aku memeluk Appa saking rindunya. Kami pun memesan makanan. Mataku tak berhenti menatap wanita yang bersama Appa. Aku sedikit kesal sebab Appa tak memberitahuku tadi di telepon.

“Hye Soe. Bagaimana kuliahmu?” tanya Appa.

“Baik. Ehm... Appa siapa dia ?” tanyaku takut-takut. Appa menatap Wanita itu sambil tersenyum.






[ Part II ] ::

“Mianhae Hye Soe. Hmm..Ayah telah siap mengakhiri masa duda ayah” Aku kaget mendengar ucapan Ayah. Mataku melotot selebar buah matoa.

Di rumah.

Umma sedang membersihkan toko yang hendak di tutup. Tapi langkahnya terlihat lemah. Kurang bersemangat. Ia terus menunduk. Rupanya, bulir-bulir air mata tengah membasahi matanya. Ia mengingat kembali saat mantan suaminya menelepon.





“Min Hwa. Aku mohon. Kau boleh meleset tujuh bulan. Tapi sesuai perjanjian. Akulah yang berhak merawatnya setelah dia lulus.”

“Enak saja. Aku yang sudah merawatnya dari kecil. Lalu kau ? Apa yang kau lakukan selama ini ?”

“Min Hwa, dia adalah hakku. Aku mohon. Lagipula, apa kau tidak terlihat egois ?” Umma bingung.

“Apa maksudmu ?”

“Hyeon Joong!” Umma tercekat mendengar nama itu.

“Kau gila ! Apa kau lupa, kita sudah menelantarakannya.”

“Bukan kita. Tapi kau ! Sudah kukatakan dulu. Kau akan menyesal” bentak Appa dari balik telepon.

“Terserah. Hye Soe tetap bersamaku!” tekan Umma. Ia menutup gagang telepon itu.






Kini umma tersudut di sudut. Ia terduduk lesu. Matanya seperti kehilangan cahaya. Walaupun ia bersikeras mempertahankan Hye Soe, tapi cepat atau lambat semua akan pergi darinya.

Suara ketukan pintu mengagetkan Umma. Dengan sedikit takut, Umma melangkah menuju gagang pintu. Seorang wanita tua berdiri disana. Umma benar-benar hampir mati melihat wanita itu.

“Umma...!” ucap Umma lirih. Wanita itu tersenyum simpul.



( Flash Back Again )

Aku berdiri di balik jendela kamarku. Tanganku sibuk membuat anyaman untuk boneka yang baru ku beli. Perlahan terukir namaku dan Jae Joong di dalam bentuk hati yang di pegang boneka itu.

Di jendela seberang, Jae Joong sedang mempersiapkan keberangkatannya. Satu ticket menuju Paris telah berada di saku jaketnya. Ia menghela napas. Matanya basah melihat foto kami di dalam kopernya.

“Aku pasti kembali untukmu” gumam Jae Joong. Aku menoleh sebentar ke arah jendela Jae Joong. Kami saling bertatapan.

Di Bandara.

“Jagi, mana Abeojimu ? Sudah sejam kita menunggu” ujarku tak sabar bertemu Abeoji Jae Joong. Jae Joong masih memegang kotak berisi boneka yang ku berikan padanya.

“Entahlah! Mungkin dia tak bisa kemari. Cukup jauh bandara dari rumahnya” jelas Jae Joong. Ia kemudian meletakkan kotak yang tadi dipeganggya. Kemudian mengambil sesuatu dari balik sakunya.

Sebuah kalung liontin berbentuk kunci. Ia maju perlahan dan mulai melingkarkan kalung itu keleherku.

“Percayalah Jagi. Hanya kau yang dapat membuka dan menutup hatiku” bisik Jae Joong.

Aku tak sanggup menahan keharuan di hatiku. Tangan lembutnya perlahan menghapus air mataku. Aku sedikit malu sebab ini di tempat umum. Aku mengusir tangannya dan mengelap air mataku sendiri.

Suara pemberitahuan bahwa pesawat akan segera berangkat membuatku semakin sakit.

“Jagi. Aku akan memperkenalkanmu pada Abeojiku setelah aku kembali nanti. Percayalah aku pasti kembali” Aku mengangguk mengerti sebab aku sudah tak sanggup berkata-kata.

“Jaga dirimu yaa. Annyeongi Kaseyo...” ucap Jae Joong sambil melambaikan tangannya.

( Flash Back End)



Aku senang Abeoji datang mengunjungi kami. Walaupun sikapnya sangat dingin, aku mencoba akrab dengannya. Ia selalu menatap sinis padaku. Tapi aku tak pernah merasa bersalah sebab aku merasa aku tak bersalah.

Minggu pagi, aku mendapatkan telepon dari Paris.

“Hallo ? Jagi.. itukah kau ?” tanyaku tak percaya.

“Jagi-ya.. Ini aku. Apa kabar ?”

“Ahh.. Jagi. Aku merindukanmu “ ucapku. sedikit malu. Jae Joong tertawa bahagia.

“Aku berhasil dapatkan libur”

“Benarkah ??” tanyaku tak percaya. Aku hampir melompat kegirangan. Tapi kuurungkan sebab Abeoji sedang memperhatikanku.

“Lusa, aku pasti berada di Korea. Tunggu aku Jagi”

“Ne, pasti “ jawabku bahagia.

* * *


Hari ini adalah hari yang membahagiakan ku. Appa akan menikah dengan wanita itu. Dan hari ini Jae Joong akan datang. Aku harap aku dan dia dapat menjadi pemdamping sang pengantin.

Namun, Umma terlihat tak bahagia. Ia mengurung diri di kamar. Abeoji menyuruhku untuk cepat ke bandara dan menjemput Jae Joong.

Tetapi, sesuatu seperti sedang menari-menari di balik senyum Abeoji. Aku tak mengerti. Bukankah seharusnya ia menyuruhku menjaga Umma

Aku melangkahkan kakiku menuju kamar Umma. Perlahan, pintu kamar Umma ku buka.

“Umma. Aku pergi. Setelah menjemputnya, aku pasti kembali ke rumah dulu” ujarku menyakinkan. Aku yakin, Umma pasti sakit menerima kenyataan pernikahan Appa. Tapi, aku ataupun Umma tak dapat memaksakan hati seseorang. Hanya Tuhan yang bisa menggerakkan hati seseorang.

Umma tak menjawab. Tubuhnya tetap menghadap ke arah tembok. Saat aku hendak menutup kembali pintu, mataku menatap sebuah surat di atas sebuah lemari kecil. Tangan kananku dengan gesit meraihnya dan memasukkannya ke dalam tas ku.

Di tengah perjalanan menuju bandara, tanganku tak henti memegang kalung perberian Jae Joong. Aku harus yakin akan cinta kita berdua. Yakin bahwa kita pasti menyusul Appa dan istri barunya.

“Jagi.. aku mencintaimu..” gumanku dalam hati.

Begitu aku tiba di bandara Seoul, sudah banyak penumpang yang keluar dari pintu kedatangan Internasional.

“Hhh.. aku pasti terlambat” ucapku sambil celingak celinguk mencari Jae Joong. Aku menyesali kesalahanku yang terlalu lama berdandan di rumah sambil.





[ Part III ~ END ] ::

Seorang lelaki dengan kacamata hitam menutup wajahnya berjalan ke arahku. Aku tak kenal siapa dia. Namun, ketika senyumnya merekah, hatiku seperti langsung menerbangkan kakiku menuju dia.

“Jae Joong-ah” ucapku seraya memeluknya erat. Air mataku jatuh menuntaskan kerinduan yang ku pendam.

“Jagi... aku datang” bisiknya. Hatiku berdebar hebat kala itu. Rasanya aku tak ingin melepas pelukannya. Begitu indah bisa bersamanya lagi.


* * *


Umma menyadari sesuatu hilang dari kamarnya. Ia berteriak kepada Abeoji. Sesuatu seperti membuatnya amat marah.

“Umma! Apa kau ingin aku hancur, hah ? Apa kau ingin semua tahu masalah ini hah ? Aku percaya padamu untuk melepas rindu pada cucumu. Tapi bukan seperti ini caranya. Aku pasti memberitahukan semua padanya. Tapi bukan sekarang, Umma!” bentak Umma. Mukanya memerah karena marah dan kalut.

Abeoji tak mengerti maksud Umma. Ia membalas meneriaki Umma.

“Apa maksudmu ? Beraninya kau meneriaki Umma-mu ?”

“Mana surat kelahiran Hyeon Joong ?” Abeoji mengerti sekarang. Dia malah terduduk lesu. Ia yakin, akulah yang mengambilnya.

“Dimana Umma ?” Abeoji menggeleng tak tahu.

“Kau pasti bohong ! Sejak dulu kau selalu menghantuiku dengan surat itu! Sekarang, pun kau datang untuk itu kan ?”

Umma beranjak menuju kamar Abeoji dan mengubrak abrik kamar Umma. Umma sudah seperti kesetanan. Ia jadi begitu sangat kasar.

Dari jalan aku menelpon Umma. Tapi, Abeoji yang mengangkatnya.

“Hye Soe, Appa menelepon tadi. Ia memintamu datang ke geraja sekarang” ujar Abeoji berbohong. Aku sempat menolak sebab aku sudah janji pada Umma. Tapi, Abeoji mendesakku.

Abeoji naik menuju kamarnya.

“Percuma. Aku tak sejahat yang kau pikirkan!” Umma menoleh dengan mata sembab dan liar.

“Lalu ? Untuk apa kau kembali ?”

“Aku sudah bilang, aku rindu pada Hye Soe “ Umma terduduk lemas. Ia lelah. Dan menyesal.

“Dimana anakku Umma ? Hyeon Joong ?” tanya Umma lirih.

“Aku sudah bilang padamu dulu. Anakmu tak akan jauh darimu” Umma tak mengerti. Ia menatap Abeoji dengan penuh keheranan.

“Mianhae Min Hwa anakku. Aku telah membuat kesalahan”



* * *


Aku menarik Jae Joong memasuki gereja. Aku tersenyum-senyum padanya. Ia seperti mengerti maksudku. Kami berhenti di pintu gereja.

“Jika aku melamarmu saat ini juga, apa kau mau menikah denganku disini ?” aku tersipu mendengar perkataan Jae Joong.

“Hahh!! Sudahlah! Aku baru mau jika kau menetap di Seoul!” jawabku sambil menariknya masuk.

Kami mengambil tempat di depan. Tepat di samping Appa dan calon Istrinya.


* * *


Kami kembali ke kediaman Appa sore hari. Aku mengucapkan selamat pada Appa. Tapi Appa malah menanyakan sesuatu yang mengagetkanku.

“Apa kau siap pindah bersama appa, Hye Soe ?” aku bingung.

“Hheh.. Huft. Appa, Umma menungguku di rumah. Dia sedang sakit” Appa seperti kecewa mendengar jawabanku.

“Umma pasti mengerti”

“Ne, untuk beberapa hari” Appa terlihat sedih kembali.

“Aku harus pulang, Umma pasti menungguku” pamitku pada Appa.


* * *


Jae Joong mengajakku kembali ke gereja, tapi ia menyuruhku menunggu di luar dulu. Aku yakin, dia pasti ingin mengerjaiku. Rupanya, sudah lama ia tak membuatku malu.

Aku menunggunya di bawah pohon di taman dekat gereja. Aku berniat membuka surat di atas meja Umma. Aku khawatir ini adalah Surat Utang Umma pada negara. Sebab Umma tidak memiliki surat keterangan tanah di Korea.

Tapi, tebakanku meleset. Aku tercekat membaca isi surat itu. Sebuah surat keterangan lahir seorang anak atas nama Choi Min Hwa dan Lee Soe Min ??
Sejenak aku tak bisa berkedip membaca nama dan tanggal lahir di dalam Surat itu.

Aku tak percaya dengan semua ini. Air mataku menetes membasahi surat itu.

“Ini tidak mungkin!!” ucarku sedih.

“Kenapa ?? Kenapa seperti ini ? Aku sudah terlalu mencintainya!” batinku.

Aku berlari meninggalkan taman menuju rumah. Jae Joong heran melihatku pergi. Ia melepaskan sebuah topi dari bunga dan berlari mengejarku.


* * *

Aku masuk sambil menangis menuju kamar Umma. Abeoji melihat kedatanganku. Ia terduduk lesu di kursi. Ia telah mengerti. Aku menemukan Umma di kamar. Umma menangis sedih. Umma kaget melihatku datang,

“Umma!! Apa yang terjadi ini ? Aku tak mengerti kenapa aku bisa mencintai kakakku sendiri ??” cecarku.

“Hye Soe, maafkan Umma. Mian Hye Soe. Umma terlalu bodoh waktu itu” Umma berdiri menenangkanku.

“Tapi kenapa ? Kenapa Umma tak bilang kalau dia kakakku ??”

“Umma.. Umma... Umma tidak tahu dia adalah kakakmu” Umma bingung hendak berkata apa. Aku kaget dengan jawaban Umma.

“Semua adalah salah Abeoji” Tiba-tiba Abeoji datang dan membuatku semakin bingung. Abeoji menceritakan semua kejadian masa lalu yang menjebakku dalam kisah cinta terlarang. Semua perjanjian antara Umma, Appa dan Abeoji. Namun, Abeoji tak sepenuhnya salah. Keangkuhan Umma untuk mengakui anak di luar nikah begitu membuat Umma tega menelantarkannya.

Aku terpukul mendengar semua cerita itu. Aku berlari keluar karena tak sanggup mendengar lagi. Sudah cukup aku tersakiti di hari yang seharusnya aku bahagia.

Aku berlari melewati Jae Joong yang sejak tadi berada di bawah tangga. Aku tak sanggup melihatnya. Ku rasa, ia pun demikian. Sepintas mata Jae Joong juga sembab. Ya Tuhan. Ini benar-benar sulit. Baru saja aku membayangkan kebahagiaan bila hidup bersamanaya. Tetapi, berita ini malah datang di waktu yang tak tepat. Aku benar-benar sakit karenanya.


* * *

Appa meneleponku pagi ini. Ia akan menjemputku seusai makan siang. Aku berkata pada Umma tentang telepon Appa. Umma tersenyum terpaksa. Kami sudah baikan. Aku memutuskan untuk menyerah. Apalagi Jae Joong akan kembali ke Paris. Aku tak mungkin meneruskan ini lagi.

“Berkemaslah” kata Umma seperti biasa. Aku masih menatapnya. Rasanya tak sanggup meninggalkan Umma dengan toko sebesar ini. Umma akan sulit mendapatkan bantuanku lagi.

“Apa yang kau tunggu ? Berkemaslah !!” ujar Umma lagi. Baru beberapa langkah aku melangkah Umma berujar lagi.

“Tak usah khawatirkan Umma. Uri Oppa akan membantu Umma sebelum ia pergi” aku tersenyum sedikit lega.

Aku bergegas menuju kamar. Langkahku ku hentikan melewati kamar baru yang di siapkan Umma untuk Oppa baruku. Aku masuk dan menatap kamar baru itu. Aku meletakkan sebuah benda di atas tempat tidur.


“Sekarang, bukan aku lagi yang berhak membuka dan menutup hatimu” ujarku pelan. Tanpa sepengatahuanku, Umma berdiri menahan haru di balik tembok.

Namun, Setidaknya aku harus bersyukur sebab Jae Joong Oppa mau menerima dan memaafkan kekhilafan Umma.

Aku merapihkan semua barang-barang yang akan kubawa. Hanya sedikit saja yang ku bawa karena aku berjanji pada Umma untuk mengunjungi jika libur sekolah.


Terakhir, aku memandang ke arah jendela. Seorang lelaki dengan mata sayu mencoba tegar untuk memberikan senyuman padaku. Aku tersenyum pahit. Aku mencoba menahan airmataku agar tak membuat kami semakin sakit. Perlahan, ku coba menarik kain gorden berwarna coklat muda itu hingga memeleh pandangan kami.

“Selamat Tinggal... Jagi..” ucap Aku dan dia dalam hati.



~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~THE END~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~



Huaaa??? Hiks Hiks * nangis sendirian*

Mian yaa, Chingu, kalo kurang nyentuh N rada nggak nyambung *first project sih buat FF berchapter ^^*

Yang suka dan gag suka di tunggu kritikannya....

^____^

Accie*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar