Semua Tentang Kpop dan Kdrama

Temukan imainasimu bersamaku dalam setiap karya-karyaku. Semua tentang kpop dan kdrama kan ku bagi bersamamu...


Wellcome To My Blog,, Chingudeul ^^

Cari Blog Ini

.

Sabtu, 01 Mei 2010

Our Dream Of music ~~

Annyeonghaseyo~
Chingu, Huehh, hahhh *tarik napasss*
Akhirnya selesai juga ini FF *terharu*
(kayak habis buat film aja ????)
Setelah sekian lama aku berkutat dengan kata-kata nggak jelas ini *Lamaaa ???*
Hahahahah, akhirnya bisa juga ku ngepost~*jingkarak2 nggak jelas*

Chingu, mungkin aku nggak jago buat FF, tapi demi JeJe and Hyun Joong, aku rela ! Walau hasilnya pasti ancuuur banget~hhehe^^
So~selamat membaca


OUR DREAM OF MUSIC

Matahari bersinar cerah dengan posisi 90 derajat tepat di atas Bumi. Murid-murid SMA Seong Buk masih sibuk dengan kegiatan EksKul mereka di siang hari. Lapangan basket, voli, badminton, tennis, bahkan sepakbola sudah penuh sesak oleh murid-murid yang tak mau menyiakan hari ini untuk mengikuti minat bakat masing-masing. Selain di luar ruangan, kegitan di dalam ruangan pun tak kalah penuh. Mulai dari seni drama, seni lukis, seni tari dan tentu saja seni suara.

Di sebuah ruangan yang cukup riuh oleh suara-suara musik yang bersenandung indah, seorang gadis berponi samping tengah berusaha untuk melihat lebih jelas, apa yang ada di dalam ruangan itu. Ia berusaha berdiri dengan menopangkan tubuhnya pada ujung jari kakinya agar ia bisa melihat dari balik tembok yang cukup tinggi. Sesekali ia duduk untuk mengumpulkan tenaga lagi agar bisa berdiri lebih lama.

Tak jauh dari gadis berwajah oriental itu, seorang lelaki berwajah sedikit bulat dengan kedua mata sendu, berhidung mancung dan berbibir seksi dengan rambut ala haracuku (pirang-pirang gimana gituuu) sedang mengintainya. Sesekali lelaki itu tertawa lebar melihat ulah gadis itu.

Tiba-tiba, pintu ruangan yang sedang di kuntit gadis bernama Nam Ji Hyun itu terbuka. Seorang wanita paruh baya keluar dan berdiri di belakang gadis itu.

“Sedang apa kamu di situ ?”, hardik wanita itu disusul kekagetan gadis itu.

Gadis itu spontan mengelap satu-satunya jendela di tembok besar itu seraya berkata dengan salah tingkah ” Saya sedang.. sedang.. (berpikir sejenak). Saya sedang mengelap tembok. Ya! Mengelap tembok”. Gadis itu tersenyum menyeringai senang menemukan alasan konyol. Wanita yang adalah guru EksKul Bidang seni musik itu menyuruhnya masuk.

Mata Ji Hyun sibuk mengamati seisi ruangan yang dipenuhi alat-alat musik dengan takjub. Ia tak peduli pada puluhan mata yang menatapnya heran. Yang ia rasakan adalah hanya kebahagiaan, karena ia bisa masuk ke ruangan yang terkenal di sekolah sebagai Laboratoroium Seni Musik, sejak ia bersekolah di sini dua bulan yang lalu.

“Ini adalah Laboratorium seni musik dan suara. Saya yakin kamu tahu hal itu, tapi.. untuk apa kamu selalu mengintip dari balik tembok itu ? Bukankah kau bisa mengetuk pintu dan masuk ?”, selidik Bu Eun Hye, wanita itu, yang berkacamata tebal dengan rambut terurai rapi.

Siswa-siswi yang tadi asyik menunjukan bakat bermain musiknya kini sudah berkumpul di belakang Ji Hyun. Mereka menanti jawaban gadis berpipi chuby ini. Ji Hyun mengaruk-garuk kepalanya seraya berpikir keras. Ia tak mungkin mengatakan bahwa ia ingin ikut EksKul ini ataupun ia berkata bahwa ia sangat menyukai musik karena jika ia mengatakannya maka akan ada seseorang yang datang membunuhnya. Hiy... Sereemm!”, batin Ji Hyun sambil membayangkan kakaknya, Kim Hyun Joong, datang dan menyeretnya keluar dari gedung dengan menarik rambut ekor kudanya.

“Saya.. Saya... Saya dipanggil Bu Tara. Permisi”, ujarnya spontan sambil menunduk dan segera berlari dari ruangan itu.

“Nam Ji Hyuuuuuuuuuunnnnnnnnnnnnnn !!!!!!!!!!!!”, teriak wanita itu jengkel karena selalu ia kabur sebelum menjawab. Nam Ji Hyun berlari sampai di ruangan paling atas dari gedung seni. Ia masuk dengan terengah-engah menahan napasnya.
“Dasar Bodoh ! Seharusnya kau tak usah mengintip terus ! Apa kau akan terus begini selamanya ? Menyimpan semua keinginanmu dalam hati ? Kau akan akan mati karena itu?”, hardik seseorang yang sejak tadi memperhatikan Ji Hyun. Ia berdiri di sandaran meja kelas kosong itu. Matanya menatap jengkel pada Ji Hyun.

“Apa ? Kau bilang aku bodoh ? Apa kau tak tahu, aku juga akan mati jika menuruti kata-katamu ! Aku hanya tak ingin membuat Kakakku sedih. Dia pasti akan marah besar kalau dia tahu aku masuk kelas itu”, balas Ji Hyun pada Kim Jae Joong yang sok menasehatinya.

“Apa kau juga tidak melihat dirimu ? Kau itu sama denganku ? Kau tak punya keberanian untuk berkata jujur. Sok jual mahal. Padahal itu adalah impianmu ! Hah ! kau juga tak bisa kan berkata secara langsung pada YunHo bahwa kau ingin bergabung bersama mereka ?? Iya kan ?”, balas Ji Hyun dengan mata sinis yang membuat Jae Joong kaget dan sedikit dongkol.

Jae Joong merasa sedikit dongkol karena sindiran Ji Hyun. Ia kemudian pergi meninggalkan Ji Hyun dengan memukul meja. Ji Hyun mengolok-oloknya dari belakang. Dasar anak sok! Dia pikir dia siapa ? Beraninya menasehati aku ?”, batin Ji Hyun senang. Walaupun ia sadar bahwa kata-kata Jae Joong benar. Ia sulit mengikutinya. Ia tahu, ia tak mungkin terus begini selamanya. Ini adalah pelangaran HAM untuknya dari Ayah dan Kakaknya. Dan ia harus menentang kakaknya agar diizinkan bermain musik. Ia tak mau mati tanpa mewujudkan mimpinya itu dulu.

“Tunggu !”, ujar Ji Hyun kemudian. “Aku bisa masuk kelas itu tanpa di ketahui Hyun Joong oppa. Ia sudah yakin bahwa aku tak akan menyentuh alat musik. Dan sekarang ia pasti sibuk dengan dunia Mc-nya. Aku bisa melakukan itu, bukankah dia tidak akan tahu jika aku minta pada Bu Eun Hye untuk tidak memasukkan namaku secara resmi pada daftar peserta EksKul seni musik. Iya! Aku bisa melakukannya”, pikir Ji Hyun senang. Ia tertawa lebar sambil memain-mainkan ujung rambutnya dan memikirkan cara selanjutnya.

Keesokkan harinya Ji Hyun sudah ada sejak pagi di depan rumah Jae Joong yang tak berada jauh dari rumahnya. Hanya berbeda sekitar satu rumah dari rumah Ji Hyun, rumah Jae Joong berdiri dengan megahnya. Jae Joong keluar ke halaman dan melihat Ji Hyun dengan mata sebelah. Ia bahkan tak menegur Ji Hyun yang sejak tadi menunggnya. Jae Joong berjalan lebih dahulu tanpa memperdulikan Ji Hyun yang kesal di kacangin. Ji hyun berlari dan berdiri di depan Jae Joong sambil memainkan kedua tangannya di atas kepalanya, seperti anak kecil yang sedang bercanda dengan temannya. Ji Hyun sedang berusaha membuat Jae Joong tertawa. Jae Joong berhenti sebentar dan menatap Ji Hyun dengan sinis. Ia kemudian mendorong muka Ji Hyun dengan telapak tangannya agar Ji Hyun menyingkir dari hadapannya.

“Hei ! Kauu !”, bentak Ji Hyun marah. Tapi Jae Joong terus berjalan tanpa memperdulikan Ji Hyun.

“Arrggghhhh”, Ji Hyun menahan amarahnya tapi tiba-tiba ia berseru “ Kim Jae jooooonggggg ! Lelaki so cool yang tidurnya ngorooookkk!”. Glek!! Seketika semua mata yang baru memasuki halaman sekolah melihat ke arah Jae Joong dengan berbisik-bisik. Ji Hyun menutup mulutnya kaget. Ia tak sengaja mengucapkannya. Jae joong pun menghetikan langkahnya sejenak. Wajahnya memerah mendengar teriakan Ji Hyun. Ia berbalik dan berniat mengejar Ji Hyun. Tapi ji Hyun sudah tak ada di tempatnya. Jae Joong menahan rasa malunya sambil mengangkat kedua tangannya dan di gerakan ke kiri ke kanan seraya berkata” Tidakk.. Itu bukan aku.. Bukan aku...” pada siswi-siswi yang berbisik membicarakannya. “Ihh, cakep-cakep ngorok!” Gubraaakkkk !!

Di sebuah ruangan kosong di gedung seni, Ji Hyun terduduk pasrah di atas sebuah bangku yang berdebu.

“Haahhh !!”, Ji Hyun menghela napas panjang. “Kenapa aku membuatnya marah. Dia juga sih, so cool. Padahal aku ingin meminta bantuannya. Tapi dia malah berlaku seperti itu”, gerutu Ji Hyun sambil mengaruk-garuk kepalanya.

Kini ia menggigit jarinya sambil memikirkan cara agar Bu Eun Hye mau mengikuti cara mainnya.

“Ia tak mungkin meminta begitu saja pada Bu Eun Hye. Ia kan miss paling banyak tanya dan banyak aturan”, pikir Ji Hyun ngeri membayangkan jika Bu Eun Hye menolaknya dan berkata pada kakaknya, Kim Hyun Joong, tentang rencana liciknya.

“Ohhh. Aku tak tahu lagi harus bagaimana agar aku bisa seperti Ibu. Aku ingin bermain musik. Mengolah vokal. Bernyayi di depan orang banyak. Dapat penghargaan. Dan bisa duet dengan Kim Jae Joong!”, ujar Ji Hyun mengutarakan mimpinya pada dirinya sendiri.
“Huh! Kenapa juga dia mesti marah-marah. Dasar cowo so cool! So berani! Hagghh!”, ujar Ji Hyun menumpahkan kekesalannya. Tangannya berkali-kali di pukulkan pada meja tampatnya bertumpu.

“Lalu kau ? Kau wanita seperti apa ? Suka bicara sendiri, suka ngambek, suka usil, dan suka membuatku jengkel”, tiba-tiba dari arah belakang Jae Joong berkata membalas hujatan Ji Hyun. Ji Hyun kaget melihat Jae Joong yang sudah ada di belakangnya.

“Maafkan aku ! Aku tadi hanya.. hanya...”, ujar Ji hyun merasa bersalah. Ia menunduk meminta maaf pada Jae Joong. Sahabatnya. Sahabat yang selalu bersedia mengelap air mata Ji hyun, menjadi buku diari Ji hyun, bahkan mungkin bisa menjadi tambatan hatinya.

“Ahh, sudahlah. Hari ini kau sudah membuatku malu. Sebagai hukumannya. Aku ingin kau mengambilkan gitar di kelasku dan kita akan bernyanyi bersama. Seperti keinginanmu tadi”, ujar Jae Joong sambil mengerak-gerakkan matanya menggoda Ji hyun.

Dengan penonton langit, awan dan bangku-bangku kelas paling atas di gedung seni SMA Seong Buk, Ji Hyun mengeluarkan suara indahnya diiringi petikan gitar Jae Joong. Sesekali Jae Joong turut menyumbangkan suara.

Jeje ang Ji Hyun : In my heart in soul neyege sarangiran, Ajik osaeghajiman uh uh baby... ! Isesang modun gor noyege jugoshipo ggumesorado..... Uhhmmm....
Ji Hyun : Nae maumi iron goya jigyo boisuman issodo,
JeJe : Nomu gamsahae haengboghae na jogumun bujoghoedo,
Jeje Ji Hyun : Onjeggaji noui gyothe yoniuro igo shipo, Norur ne pume gadug anun chae gudoboryossomyon shipo Yongwanhi.....

Suara duet Ji Hyun dan Jae Joong menggema di langit hari ini.

Ji hyun bertepuk tangan senang bisa bernyanyi hari ini. Walaupun hanya mereka berdua, tapi dalam mata Ji hyun, ribuan orang menanti kehadirannya di belantika musik. Ia tertawa sendiri menghayalkan semua mimpinya. Semuanya buyar ketika Jae Joong mendorong kepalanya ke depan agar ia berhenti mengkhayal.

“Haha! Gamsahamnida ..”, ujar ji Hyun sambil melambaikan tangannya dan menunduk-nundukan kepalanya pada orang-orang yang ada dalam khayalannya. Ia kemudian menatap Jae Joong sambil tersenyum senang. Tapi Jae Joong malah menatapnya iba.

“Kau tak perlu menatapku seperti itu. Sebaiknya kau segera membantuku”, ujar Ji Hyun sambil menaik-naikkan alis matanya.

Jae Joong memicingkan matanya tak mengeti. Ji Hyun kemudian menyuruhnya mendekatkan telinganya, ia pun membisikkan idenya sambil menahan debaran di hatinya. Jae Joong mengangguk mengerti. Ia tersenyum dan beranjak meninggalkan Ji Hyun.

Sepeninggalan Jae Joong, Ji hyun menahan rasa berdebarnya. “Diamlah, ku mohon! Jangan membuatku terlihat bodoh di depannya dengan debaranmu ini”, batin Ji hyun seraya memegang dadanya.

Sementara di tangga, Jae Joong juga memegang dadanya, sambil membayangkan saat Ji hyun membisikkan idenya tadi. “Diamlah, jangan buat aku terlihat bodoh di depannya dengan debaran anehmu ini”, batin Jae Joong.

Jae Joong kini berada di ruangan Bu Eun Hye. Bu Eun Hye sedang sibuk mengisi nilai anak-anak didiknya, jadi ia mengizinkan Jae Joong untuk menunggunya. Setelah selesai, Jae Joong disuruh menghadapnya.

“Ada apa ? Kau sudah memutuskan untuk bergabung dengan DongBangShinKi setelah kau lulus ?”, tanya bu Eun Hye memulai pertayaannya.

“Aku datang bukan untuk membicarakan masalah itu.”, ujar Jae Joong pelan. Bu Eun Hye mengernyitakan dahinya tak mngerti.

“Aku pikir kau sudah memikirkan tawaran Yunho dkk. Tapi kurasa belum. Lalu, apa urusanmu?”, tanya bu Eun Hye sambil melipatkan kedua tangannya di hadapan Jae Joong.

“Masukkan Ji Hyun di EksKul seni musik, ibu! Tapi, tanpa memasukkan namanya dalam daftar”, ujar spontan Jae Joong.

“Apaaa ? Kau datang untuk ini ? Kau gila, Nak. Tidak ada satu pun anak di sekolah ini yang namanya dikosongkan dari daftar sementara ia mengikuti kegiatan ekstra kurikuler. Apa yang akan kukatakan pada Kepala Yayasan. Ini nepotisme namanya. Ini hal bodoh”, ujar Bu Eun Hye sambil mengeleng-gelengkan kepala tak percaya dengan yang diucapkan anaknya. “Apalagi sebentar lagi ulang tahun sekolah. Tentu kau dan teman-temanmu di sini akan maju untuk pentas. Lalu dia ? Aku akan menempatkannya di bawah panggung dan saat Kepala Yayasan tahu apa yang akan aku katakan ? Lalu apa yang aku katakan juga pada Kim Hyun Joong. Hah ? Ia dan Kepala Yayasan, Ayahnya, akan marah padaku dan pekerjaanku bisa terancam begitupun denganmu Nak. Ibu tidak bisa melakukan itu. Mustahil !”, jelas Bu Eun Hye mantap.

“Aku tahu ini tidak mudah, Bu. Tapi aku tak tega pada ji hyun yang harus mengubur bakatnya dalam-dalam hanya karena kematian ibunya dulu. Ibu harus membantunya. Ibu sayang kan padaku ? Jika Ibu sayang padaku, lakukanlah Bu. Aku mohon”, ujar Jae Joong tulus. Eun Hye melihat keltulusan di wajah anaknya ini, tapi ia harus berpikir panjang akan masalah ini.

“Kalian tak tahu apa-apa, jadi ibu tak bisa. Ibu tak mungkin membohongi Park Yun Jae dan Kim Hyun Joong. Dan Ji Hyun tak mungkin mengikuti jejak ibunya. Dia tidak boleh. Itu sangat menyakitkan jika aku membantu kalian. Carilah orang lain. Maaf Nak”, jelas Bu Eun Hye lagi. Terlihat kesedihan di wajahnya. Ia menatap Jae Joong dengan sedih karena tak bisa membantu Ji Hyun.

Matanya tiba-tiba basah mengingat kejadian masa lalu. Masa lalu yang membuat seorang wanita berbakat harus merenggut kematian karena bakatnya itu. Sebuah senar gitar yang biasanya menjadi alat musik pengiring suaranya di panggung, malah menjadi penyebab kematiannya. Senar gitar itu menjerat lehernya ketika ia sedang berada di ruang ganti selepas konser 16 tahun yang lalu. Senar gitar itu masih dipenuhi darah segar wanita berbakat itu ketika suaminya, Park Yun Jae, beserta anak lelakinya, Kim Hyun Joong, dan anak kecil berusia 1,5 tahun, Nam Ji Hyun, masuk untuk memberikan selamat.

“Oppa! Kenapa Ibu tidur terus ? Kapan aku bisa bertemu Ibu ?”, tanya gadis kecil itu ketika Ibunya disemayamkan di rumah.

“Ibu sedang tidur di depan karena Ibu lelah. Jadi, jika Ibu sudah tak lelah baru kau bisa bertemu dengannya. Ayo kita kembali ke kamar saja!”, jelas Hyun Joong seraya memboyong Ji Hyun dari ruang depan.

Kejadian memilukan ini terjadi di sekolah yang dipimpin Ayah Ji Hyun. Dan wanita malang itu adalah Go Hyun Jung, Ibu Ji Hyun.


Jae Joong berjalan dengan malas di koridor kelasnya. Seseorang tampak berlari ke arahnya dengan wajah sumringah. Begitu melihat wajah masam Jae Joong, mimik Ji hyun pun berubah. Ia tahu apa yang telah terjadi. Jae Joong menatapnya.

“Mungkin bukan saat ini kau harus menunjukan bakatmu itu. Sabarlah. Pasti ada waktunya ayah dan kakakmu mengizinkanmu untuk meneruskan jejak ibumu. Aku dan Ibu tak bisa membantu saat ini. Maafkan aku, Ji Hyun”, ujar Jae Joong sedih. Ia jadi tak tega melihat air mata yang tiba-tiba tumpah dari kedua mata Ji hyun. Ji Hyun mengelapnya perlahan sambil berusaha tersenyum.

“Tapi aku akan selalu ada kapanpun kau membutuhkanku. Jadi jangan tahan tangismu itu. Menagislah jika itu perlu”, ujar Jae Joong dengan penuh perhatian. Wajah Ji hyun memerah karena itu

“Terimahkasih. Aku tahu siapa yang harus aku temui”, ujar Ji hyun kemudian beranjak meninggalkan Jae Joong.

Ia berlari pulang ke rumah. Di rumah sudah ada ayah dan kakaknya. Ayah sedang sibuk membaca koran sementara Hyun Joong sibuk bermain internet. Dengan wajah marah dan penuh kekesalan yang selama ini ditahannya, Ji hyun beranjak menuju ayah dan kakaknya di ruang tengah.

“Aku sudah tidak tahan, Yah”, ujar ji hyun tiba-tiba. Ayah dan kakaknya masih sibuk dengan kegiatannya tadi seolah tak peduli.

“Ayah, Oppa !! Dengarkan aku!”, ujar Ji hyun lagi. Ayah kemudian melipat korannya dan menatap Ji hyun lembut. Layaknya tatapan ayah pada anaknya.

“Kenapa Ayah selalu melarangku untuk bermain musik, kenapa ? Apa karena ibu meninggal sebab ia berbakat dalam musik. Hah ? Atau karena ayah ingin aku mati seperti ibu karena menahan gejolakku untuk bermain musik. Iya kan yah ?”

“Ji hyun. Jaga mulutmu. Dia itu Ayah kita. Dan kita menyayangimu. Jadi tidak mungkin kami ingin agar kau mati. Kau benar-benar gila’, ujar Hyun joong dengan suara keras karena kaget akan ucapan Ji Hyun.

“Iya ! Aku gila. Aku memang gila. Tapi itu karena Ayah dan kakak yang mengekang kebebasanku. Kakak tahu, aku tersiksa jika melihat teman-temanku yang bebas melakukan apapun yang mereka suka. Sedang aku ? Aku menuruti kata-kata kakak dan menjauhi musik. Sesuatu yang berarti untukku. Asal kakak tahu, aku ingin seperti ibu. Walaupun harus mati, tapi ibu membuatku bangga akan beliau. Aku mencintai ibu seperti aku mencintai musik, Kak ! Aku mohon, izinkan aku kak!”, jelas ji hyun sambil menangis sedih. Hyun Joong marah mendengar kata-kata Ji hyun yang menentang keputusan ayah.

“Dasar bodoh ! Apa kau tidak tahu, Ibu kita itu dibunuh ! Itu semua karena Musik ! Musik yang mengambil Ibu dari kita. Jadi kau tidak boleh mencintai musik !”, Ji hyun kaget mendengar kata-kata Hyun joong sebab selama ini tak ada yang memberitahukannya tentang penyebab kematian ibunya.

“Cukup !”, teriak Ayah kesal. Ia berdiri dan menjelaskan pada Ji hyun dengan cara yang tenang. “Ji Hyun, ayah tak bisa menuruti keinginanmu itu. Ayah takut kau bernasib sama dengan ibumu karena bakatmu itu. Ayah tahu kau sangat mencintai musik. Kau sama dengan ibu. Berbakat. Tapi, cukup ayah kehilangan ibu. Ayah tak mau kehilangan kau lagi. Mengertilah, Nak”, jelas ayah sambil membelai rambut Ji hyun.

“Tapi, Yah! Aku ingin seperti ibu. Kalau Ibu mati terbunuh apa aku harus mati terbunuh juga, Yah ? Apa pembunuh ibu itu akan datang dan membunuhku lagi yah ? Tidak kan ? Aku mohon, izinkan aku yah”, pinta Ji hyun memelas.

Ayah melihatnya dengan penuh rasa iba. Dimata Ji hyun terlihat keyakinan yang kuat untuk itu. Dengan pertimbangan yang matang selama seminggu. Hati ayahnya pun melunak perlahan.

“Hhh... Baiklah. Ayah tak tega melihatmu seperti ini. Ibu juga pasti akan memarahi ayah jika ayah terus bersikukuh. Ayah akan mengizinkanmu, tapi hanya sampai ulang tahun sekolah. Setelah itu, berjanjilah pada ayah kau akan mengikuti kehendak ayah”, Ji Hyun tersenyum senang. Ia mulai mengelap air matanya. Sebuah pelukan pun diberikan untuk ayahnya. Hyun Joong melihat dengan heran. Ia kemudian pergi mencari seseorang.

Di sebuah lorong kecil menuju gedung seni. Hyun Joong mendapati Jae Joong yang sedang termenung. Tanpa basa-basi lagi Hyun joong langsung menghajar Jae Joong hingga babak-belur. “Bakk.. Bukkk.. Bakkk buukkk”

“Aaaww... “, Jae Joong merintih kesakitan. Ia mencoba melawan tapi ia kalah kuat dengan Hyun joong. Jae Joong tersungkur tak berdaya di ujung lorong.

“Ini untuk kamu yang membuat adikku semakin mencintai musik dan menentang ayahku. Aku salut padamu”, ujar Hyun Joong sambil menendangnya kesal. Ia menumpahkan perasaan kesalnya pada Jae Joong. Tapi ia juga salut akan usaha Jae Joong menjaga adiknya untuk tetap mencintai musik. Hyun joong kemudian membantu Jae Joong berdiri dan menjelaskan alasannya memukul Jae Joong. Jae Joong tertawa seraya menahan sakit karena badannya sudah di hajar oleh Hyun joong.

“Jaga adikku baik-baik. Jika sampai terjadi apa-apa padanya di ulang tahun sekolah. Kau yang duluan aku cari!”, ujar Hyun Joong sambil merangkul Jae Joong. Mereka pun kini menjadi akrab.

Setelah kejadian itu. Ji Hyun giat sekali mengikuti ekskul. Dari ekskul musik sendiri akan menyumbang sebuah drama musikal untuk memeriahkan ulang tahun sekolah. Setiap hari ia selalu tidak absen latihan. Ia ingin memanfaatkan waktu yang diberi ayahnya.

Sementara Jae Joong pun tak kalah sibuk. Ia harus menjaga Ji Hyun dan harus terus hadir latihan band di studio DBSK. Ia tak ingin mengecewakan ibunya yang ingin agar anaknya masuk dalam grup ternama itu.

Hari bahagia itupun tiba. Walaupun setelah hari ini, Ji Hyun harus meninggalkan semua kegemarannya ini. Tapi ia harus bersyukur karena masih bisa tampil di hari yang indah ini. Dengan mengenakan blus cantik berwarna biru cerah yang tampak anggun dan serasi dengan warna kulitnya yang putih seputih susu. Malam itu, ia tampil sebagai penyanyi untuk pertama kalinya di hadapan semua orang. Ia masih berpikir ini mimpi. Karena selama ini ia hanya bisa bermimpi untuk bisa bernyanyi dihadapan penonton yang sebenarnya.

Acara berlangsung meriah. Saat acara hendak berakhir, Jae Joong menarik Ji Hyun menjauh dari keramaian.

“Makasih untuk semuanya ya, Jae Joong. Kau sudah membuatku bisa merasakan mimpi-mipmiku. Semuanya menjadi kenyataan malam ini”, ujar Ji Hyun senang. Jae Joong tersenyum

“Makasih juga. Karena tekat kamu, aku jadi bisa deket terus sama kamu”, ujar Jae Joong malu-malu. Ji Hyun tak mengerti. Ia mencoba berpikir panjang. Dari kejauhan terdengar sebuah lagu yang mengalun lembut “Will You Be My Girlfriend”~DBSK. Jae Joong tersenyum lagi. Senyumannya membuat Ji Hyun mengerti maksud Jae Joong. That’s LOVE 

Mulai saat itu, mereka terus bersama-sama. Jae Joong sibuk dengan dunia musiknya bersama DBSK. Sementara Ji Hyun sibuk dengan dunianya di bidang sastra seperti keinginan ayahnya.

Tidak selamanya kita harus kita bisa mencapai apa yang kita inginkan. Tapi tekad yang kuat bisa melemahkan anggapan itu. Teruslah bermimpi, maka Tuhan kan memeluk mimpi-mipi itu~hhehe *kata-kata siapa nih ? ?*

~SELESAI~

~Hhihi^^
senangnya jadi Nam Ji Hyun dongsaeng *???*
Oh ya, chingu, aku mau ngasih pesan dan kesan nie *gag ada yang minta deh kayaknya*
Hahhh, first, aku waktu nulis adegan HJ mukul JJ itu nggak rela banget,, wajah imut JJ harus babak belur, tapi aku senang karena HJ yang mukul *???*
*Kaaaabbbuuuurrr !!! Sebelum di keroyok cassie*

Finally, Chingu, di tunggu ya commentnya
~hhihi^^




Tidak ada komentar:

Posting Komentar